Durhaka saya atau Malin kundang?
Siapa yang tidak tahu kisah
rakyat Malin kundang? Anak SD pun tahu dan selalu ada kisah Malin kundang di
Buku-buku SD, bahkan saking ngetopnya tu Malin kundang sampai banyak loh
diangkat menjadi sebuah cerita film (meskipun kadang agak lebay Bombay M).
saking hapalnya kisah malin kundang, saya dan Jack teman akrab saya selama SMEA
selalu punya guyolan khas minang “ampun bundo ambo jangan dikutuak jadi batu”
dan guru bahasa inggris saya pun mam Chandra namanya langsung tertawa.
tak lengkap cerita malin kundang tanpa bercerita padang terlebih dahulu, Padang, apa yang terlintas di
benak anda? Nasi padang, uda-uda yang jualan di pasar (dimana pun itu di
seluruh Indonesia), malin kundang, kalau nikah harus perempuan yang melamar
laki-laki, jam Gadang, dan lain-lainnya. Saking banyaknya nasi padang
(maksudnya warung Padang) di Indonesia, sampai ada orang yang membuat guyonan
kalau atlet lari dari Sumatera Barat itu sudah pasti tidak akan menang
disebabkan kalau ketemu tikungan pasti dia berenti dan berfikir “apakah akan
ramai jika saya buka warung padang disini” (think again) hahahhaa. Saya tidak
tahu mengapa orang padang, medan, jawa, aceh, Madura, bali, dan semuanya
kelebihan mereka malah menjadi guyonan, harusnya Bangka kalau banyka warung
padang, setidaknya kita masih bisa makan enak harga terjangkau, asal jangan
nasi padang di Singapore, namanya nasi padang bayarnya pakai dollar (tak enak
rasanya pas mau bayar).
Saya pernah ke Padang tahun 2006,
saat itu POPWIL (pekan olahraga pelajar wilayah 1 seluruh sumatera selain
Bengkulu, Lampung, dan Sumsel karena mereka masuk wilayah 2) . seperti biasa
habis pertandingan ada waktunya refreshing, dan pelatih kami yang saat itu
berbaik hati membawa kami keliling kota Padang dan berbelanja oleh-oleh,
sehabis itu barulah kami kepantai air manis, pantai dimana patung malin
kundang. Wah perjalanan ke pantai naik turun gunung/bukit, pokoknya seru banget
deh, yang nggak serunya itu apa yah? Yang namanya jalan-jalan itu tak ada yang
tak seru semuanya kalau gak “seru” yah pasti “seru buanget”.
Masuklah kami ke pantai air
manis, disajikan pemandangan laut biru gladasi, pasir pantai yang hitam namun
halus, dan air pantainya yang asin bukan manis tak seperti namanya. Dan bisa
ditebak tak ada yang mandi disana, apa karena kami terbiasa dengan pasir putih,
atau karena lautnya yang lepas gitu jadinya teman-teman saya yang cemen menjadi
semakin menciut nyalinya. Intinya dari semua atlet voli Babel putra/I tidak ada
yang mandi.
Karena tak mandi kami pun hanya
foto-foto, sambil melihat sisa-sisa kapal malin kundang yang mengeras mejadi
batu itu, sambil sibuk-sibuk berfoto dengan kamera hp masing-masing, ada teman
yang bertanya “dimana yah patung malin
kundangnya”?, yah saya pun lupa dan tak berniat mencari patung itu akhirnya
sibuk mikir dan mencari-cari juga, dan semua teman kami pun sibuk mencari. Saya
nunduk kebawah untuk membersihkan sandal karena ada pasir yang melekat, saya
pun bergumam dalam hati, batu ini seperti kepala orang dan orang lagi sujud,
dan saya berkata kepada teman-teman saya “jangan-jangan ini malin kundangnya”
mereka pun menoleh, dan ada bapak-bapak local lewat dan berkata ia benar itulah
malin kundangnya. Saya pun berkata “saya kira patungnya duduk gitu memohon
ampun, tahunya ada di kaki saya” saya pun ngakak sejadi-jadinya. Sekarang siapa
yang lebih durhaka? Malin kundang atau saya yang “menginjaki” kepala malin
kundang?.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar